TEORI KONSELING EKSISTENSIAL


BAB II
PEMBAHASAN
     I.               PERSPEKTIF HISTORIS

Konseling eksistensial dikenal sebagai suatu filosofi alih-alih model perlakuan. Pendekatan ini mulai berkembang di daratan Eropa pada tahun 1940 sampai dengan 1950 dan dipicu oleh berbagai peritiwa sosial, politik (khususnya perang dunia yang menyebabkan banyak orang mengalami alinansi dan ketidakbermaknaan), serta oleh perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi pada tahun-tahun tersebut.

  II.               KONSEPSI TENTANG MANUSIA
Para ahli dan praktisi KE memandang manusia sebagai ciptaan yang sulit untuk dimengerti , para eksistensialis mengemukakan keyakinannya tentang sifat dasar manusia manusia dalam istilah kondisi manusia yang meliputi pokok-pokok ajaran sebagai berikut:
·         Manusia tak bisa menghindari ketiaadaan atau kematian. Ketiadaan atau kematian merupakan  suatu peristiwa hidup yang tak mungkin bisa dihindari oleh setiap manusia dan makhluk hidup lainnya, betapapun cerdasnya manusia . Kematian (dan ketakutan akan kematian tersebut) menyyebabkan manusia dihinggapi perasaan tak berdaya.
·         Sendirian/ teralisasi .Para eksistensial memiliki kayakinan bahwa tak seorangpun yang benar-benar dapat memahami diri kita fisik maupun mental (perasaan dan pikiran kita ) . Tak seorangpun dapat menyelamatkan kita darin kematian dan dari berbagai bentuk kehilangan. Kita sering mengingatkan diri dengan dan menjadi tergantung pada orang lain sebagai upaya untuk melakukan perasaan sendirian dan teralinasi. Perasaan teralinasi ini membuat kita menjadi merasa kesepian , hampa dan tak bermakna.
·         Tak berdaya/ tak berdaya manusia sering kali tak berdaya dan tak bermakna. Kepastian dalam hidup manusia hanyalah lahir dan mati. Dibalik itu, hidup lebih tampak menyerupai proses yang berjalan secara acak, tidak pasti dan hanya manusia itu sendiri yang dapat memahaminya. Dalam kondisi seperti itu manusia mudah tergoda untuk mengakhiri hidupnya.
·         Rasa cemas dan rasa bersalah. Perasaan cemas- disebut kecemasan eksistensial – meruapakan keadaan yang tak tidak dapak dihindari oleh manusia. Kecemasan merupakan perasaan gelisa yang mendalam yang muncul dari kesadaran manusia pasa suatu waktu berkenaan dengan beberapa fakta. Keberadaan manusia bersifat terbatas , pada akhirnya mereka akan mati dan tidak ada tujuan hidup. Manusia akan dihinggapi rasa bersalah jika gagal memenuhi tanggung jawab untuk membuat hidupnya menjadi berharga, bermakna dan tak dapat menjadi orang seperti yang diinginkannya.

Meskipun tampak menyajikan sisi gelap dari gambaran hidup manusia, para eksistensialis adalah kaum humanis. Mereka juga memiliki pandangan yang optimis dan mengakui bahwa semua manusia.memiliki potensi untukn menagani kondsii-kondisi tersebut dan membuat hidupnya menjadi bermakna.

III.               SISTEM TEORI
a.       Perkembangan Gangguan Emosional
Konseling eksistensial memperdebatkan pentingnya tahun-tahun awal (masa kanak-kanak) dalam mempengaruhi perkembanngan manusia, hubungan orang tua anak, dan ketidaksdaran, tetapi lebih memusatkan perhatian pada upaya mempertalikan factor-faktor tersebut dengan masalah-masalah eksistensial. Menurut Frankl, kesulitan sering kali disebabkan oleh pola asuh orang tua yang tidak menekankan pada kebebasan terhadap anak-anak mereka. Gangguan emosioanal pada dasarnya disebabakna oleh kegagalan manusia dalam menangnani isu-isu keberadaan (eksistensial) seperti kematian, alinasi, ketidakbermaknaan, rasa bersalah dan rasa kecemasan. Para konselor dalam prakteknya memberikan perhatian pada perkembangan sepanjang hayat kehidupan dan tidak membatasi hanya pada masa anak seperti hanya konselor psikoanalisa.

b.      Mengalami pada saat sekarang
Dapat mengalami situasi saat ini menyatakan bahwa manusia itu ada , memiliki kesadaran , dan bertanggung jawab bagi keberadaannya sendiri. Meskipun tampak kompleks dan sukar untuk di pahami tetapi konsep desain tampak merefleksikan kemampuan manusia untuk secara simultan dapat hidup pada saat ini, sadar dan mengambil tanggung jawab untuk membuat hidupnya lebih bermakna.

c.       Konsep kesehatan mental
Menurut Vontress, Manusia yang sehat mentalnya adalah mereka yang berada dalam seimbang dengan dirinya sendiri, dengan teman, dengan keluarga, dengan lingkungan fisik dan dengan spiritualitasnya. Mereka dapat mampu menyesuaikan perilakunya secara tepat dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungan fisik dan sosialnya. Dalam hal ini , teori eksistensial menekankan pentingnya manusia menyatukan dirinya dengan lingkungannya, karena jika ingin menjadi orang yang bermental sehat maka mereka harus mampu mengatur atau menata kehidupannya sendiri dan tidak menempatkan dirinya menjadi korban lingkunagn atau di kendalikan oleh nasib. Manusia hanya benar-benar menjadi manusia hanya jika ia sanggup membuat pilihan atau keputusan. Betapapun sulitnya hidup yang sedang di hadapainya, meraka harus membuat pilihan. Setiap manusia dipandang memiliki potensi untuk menangani beberapa kondisi bawaanya dan membuat hidupnya menjadi lebih bermakna.


d.      Potensi Manusia
Para eksistensialis memiliki keyakinan bahwa setiap manusia mempunyai potensi untuk menganani beberapa kondisi bawaanya dan membuat hidupnya menjadi lebih bermakna. Potensi tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Kesadaran. setiap manusia memiliki kemampuan untuk menyadari dirinya dan lingkungannya. Semakin besar kesadarannya , semakin banyak kemungkinan dan peluang keberhasilan untuk menangani ketakutan dan kecemasannya.
2.      Keautentikan. Orang autentik memiliki cirri-ciri berikut : menyadari dirinya dan hubungannya dengan lingkunganya, mampu membuat pilihan dan menmyadari bahwa keputusan merupakan konsekuensi yang tak bisa dihindari, mengambil tanggung jawab untuk membuat pilihan, mengakui bahwa ketidaksepurnaan kesadaran.
3.      Kebebasan dan tanggung jawab. Jika manusia mau mengakui bahwa dirinya memiliki kebebasan, maka di manapun mereka berada, mereka mempunyai tanggung jawab.
4.      Aktualisasi diri. Konseling eksistensial memandang manusia mempunyai kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinya. Manusia yang gagal mencapai aktualisasi diri berpotensi dihinggapi perasaan malu, bersalah dan cemas serta persepsi hidupnya tak bermakna.
5.      Memaknakan hidup. Setiap manusia termotivasi untuk membuat hidupnya menjadi bermakna. Untuk memaknakan hidupnya, manusia harus memiliki keinginan untuk hidup, tidak merusak diri dan mau mencintai diri sendiri, dan orang lain bahkan lingkungan fisiknya.

IV.               IMPLEMENTASI
1.      Tujuan Konseling
Tujuan mendasar KE adalah membantu manusia menemukan nilai, makna, tujuan dalam hidup mereka sendiri. Program perlakuan tidak perlu secara khusus diarahkan pada perubahan perilaku atau meniadakan gejala. Dengan kata lain, konselor KE tidak memiliki tujuan untuk merawat atau mengobati konseli, tetapi membantu mereka agar menjadi lebih menyadari tentang apa yang sedang mereka lakukan, dan untuk membantu mereka keluar dari posisi peran sebagai korban dari kondisi hidupnya. Konseling KE juga diarahkan untuk membantu konseli agar menjadi lebih sadar bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak.

2.      Proses konseling
Dalam proses konseling Konselor mendorong kebebasan dan tanggung jawab, konseli untuk menagani kecemasan dan mendorong munculnya pilihan-pilihan yang bermakna. Untuk menekankan kebebasan pribadi konselor perlu mengekspresikan niali-nilai dan keyakinannya memberikan arahaan mengunakan humor dan memberikan sugesti tetapi tetap memberikan kebebasan pada konseli untuk memilih sendiri mana yang akan di pilih diantara alternative yang telah diberikan.
Untuk dapat memahami sepenuhnya perasaan dan pikiran konseli tentang isu-isu kematian, isolasi dan rasa bersalah. Konselor perlu melibatkan dirinya secara penuh da;lam kehidupan konseli. Untuk memahami kondisi seperti itu, konselor harus mengkomunikasikan empati, respect atau penghargaan.
Konseling eksistensial tidak memusatkan perhatian pada masalah atau pada krisis tetapi lebih menekankan pada usaha membangun hubungan yang mendalam. Proses konseling pada umumnya dimulai oleh pemahaman konselor terhadap konseli dan keasadaran konseli tentang diri dan lingkungannya. Konselor mendorong konseli untuk berbicara tentang nilai-nilai , keyakinan, dan asumsi-asumsi yang mereka pegang, sejarah dan latar belakang kehidupannya, dan pilihan-pilihan yang telah mereka buat disamping pilihan-pilihan yang tidak dapat mereka buat. Fase pertengahan dalam proses perlakuan memungkinan konseli untuk menggunakan informasi yang telah mereka peroleh guna menemukan maknahidupnya, mengembangkan tujuan, dan nilai-nilai kehidupannya. Bantuan konseling dapat diakhiri atau dihentikan jika konseli telah mampu mengimplementasikan kesadaran tentang diri mereka dan mengarahkan dirinya untuk mencapai hidup yang lebih bermakna. Kondisi ini memungkinkan konseli menemukan jalan untuk mengaktualisasi diri.

3.      Teori Konseling
a.       Menghayati Keberadaan
Konselor perlu berusaha untuk memperoleh pemahaman yang sepenuhnya bukan hanyaterhadap dunia objektif konseli tetapi juga dunia subjektif mereka. Konselor perlu memusatkan perhatian pada interaksi dari ketiga bentuk keberadaan tersebut (keberadaan di dalam dunia fisik, keberadaan di dalam hubungan interpersonal, keberadaan di dalam dunia psikologis dan pribadi).
b.      Pengalaman Pertumbuhan Simbolik
Symbolic Growth Experience (SGE) merupakan suatu bentuk interpretasi dan pengakuan sadar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi.
c.       Konseling Logo dan Keinginan yang Bertentangan
Konseling logo adalah suatu model konseling yang menekankan pada penemuan makna. Melalui konseling logo, Frankl membantu konseli untuk mengakui kebutuhan mereka akan makna, menumbuhkan kesadaran dan pengakuan bahwa semua manusia dapat membuat makna dalam kehidupannya sendiri, dan membantu merekan guna menemukan tujuan dan makna dalam hidupnya.
d.      Derefleksi
Derefeleksi merupakan salah satu teknik KE yang dikembangkan oleh Frankl sebagai salah satu bentuk intervensi paradoksial untuk membantu konseli menangani perasaan tidak bermakna.

  V.               KRITIK TERHADAP KONSELING EKSISTENSIAL
Salah satu kritik terhadap psikologi eksistensial adalah ketika psikologi telah diperjuangkan untuk dapat membebaskan diri dari dominasi filsafat, justru psikologi eksistensial secara terang-terangan menyatakan kemuakkannya terhadap positivisme dan determinisme. Para psikolog di Amerika yang telah memperjuangkan kemerdekaan psikologi dari filsafat jelas menentang keras segala bentuk hubungan baru dengan filsafat. Banyak psikolog merasa bahwa psikologi eksistensial mencerminkan suatu pemutusan yang mengerikan dengan jajaran ilmu pengetahuan, karena itu membahayakan kedudukan ilmu psikologi yang telah diperjuangkan dengan begitu susah payah.
Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa ynag diinginkannya. Jika benar, maka konsep in sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang berpangkal pada konsepsi tengtang tingkah laku yang sangat deterministic. Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993).
Banyak psikolog dan sarjana psikologi baik dalam maupun luar negeri mempertanyakan keberadaan analisis eksistensial. Yang mereka pertanyakan menyangkut dasar-dasar ilmiah dari analisis eksistensial. Psikologi sebagai ilmu telah lama diupayakan untuk melepaskan diri dan berada jauh dari filsafat. Psikologi harus merupakan suatu science (ilmu pasti alami) yang independent. Padahal, analisis eksistensial mengeritik ilmu (science) dan mengambil manfaat dari filsafat (fenomenologi dan eksistensialisme).














BAB III
PENUTUP

I.                   KESIMPULAN

Psikologi eksistensial adalah ilmu pengetahuan empiris tentang eksistensi manusia yang menggunakan metode analisis fenomenologis. psikologi eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi. Psikologi eksistensial mengganti konsep kausalitas dengan konsep motivasi.
Psikologi eksistensi tidak mengkonsepsikan tingkah laku sebagai akibat dari perangsang dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Konsep eksistensial perkembangan yang paling penting adalah konsep tentang menjadi. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam proses menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri sendiri. Tujuannya adalah untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua kemungkinan Dasein.

TEORI KONSELING ADLERIAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR  BELAKANG
Adler merupakan salah satu teoris besar dalam psikologi kepribadian yang telah mengembangkan Konseling Adlerian bersama para pengikutnya berdasarkan teori psikologi individual Adler . Konsep-konsepnya revolusioner dan menampilkan sisi kemanusiaan yang utuh dalam dialektikanya. Adler awalnya merupakan anggota bahkan sebagai ketua Masyarakat Psikoanalisis Wina yang merupakan organisasi pengembang teori Freud, namun kemudian memisahkan diri karena mengambangkan ide-ide dan konsepnya sendiri.
Konsep yang dikembangkan oleh Adler memiliki perbedaan yang substansial dengan teoris Freud. Adler yang berlatar belakang pendidikan dokter kemudian mengembangkan suatu teori yang spesifik yang disebutnya psikologi individual. Teori Adler ini sangat menekankan peranan ego dan kontekstualitas sosial dalam gerak dinamika kehidupan manusia.
Dari beberapa sumber, diperoleh keterangan bahwa selama perang dunia I, Adler bekerja sebagai dokter pada laskar tentara Austria dan sesudah perang, dia tertarik pada bimbingan anak-anak dan mendirikan klinik bimbingan pertama yang berhubungan dengan sistem aliaran Wina. Dia juga mendorong berdirinya aliran eksperimental di wina yang menerapkan teorinya di bidang pendidikan (Furtmuller, dalam Hall & Lindzey, 1993).







BAB II
PEMBAHASAN

2.1  RIWAYAT HIDUP
           
            Sebelum kita membahas lebih dalam tentang konseling Adlerian alangkah baiknya kalau kita mengetahui dulu tentang riwayat hidup dari Alfred Adler.
Alfred Adler dilahirkan di Wina pada tanggal 7 Februari 1870 sebagai anak ketiga. Ayahnya adalah seorang pengusaha. Sewaktu kecil Adler  merupakan anak yang sakit-sakitan. Ketika berusia 5 tahun dia nyaris tewas akibat pneumonia. Pengalaman tidak menyenangkan berkaitan dengan kesehatan inilah yang kemudian mendorong dirinya untuk menjadi dokter. Adler lulus sebagai dokter dari Universitas Wina tahun 1895.
Adler memulai karirnya sebagai seorang optalmologis, tetapi kemudian dirinya beralih pada praktik umum di daerah kelas bawah di Wina, sebuah tempat percampuran tempat bermain  dan sirkus sehingga banyak pasien-nya yang pekerjaannya sebagai pemain sirkus. Kekuatan dan kelemahan para pemain sirkus inilah yang mengilhami dia mengembangkan kosep tentang inferioritas dan kompensasi.
Dari praktik umum kedokteran, Adler selanjutnya beralih pada psikiatri, dan pada tahun 1907 dia bergabung dengan kelompok diskusi Freud. Kemampuan menonjol yang ada pada Adler menghantar dirinya menjadi ketua Masyarakat Psikoanalisis Wina (Vienesse Analitic Society) dan ko-editor dari terbitan organisasi ini.
Meskipun Adler oleh Freud dipercaya   untuk memimpin organisasi psikoana-lisis bukan berarti Adler selalu sependapat dengan Freud. Dia berani mengkritik pandangan-pandangan Freud. Perbedaan pandangan-pandangan  Adler dan Freud yang tidak bisa mencapai titik temu kemudian ditindak lanjuti dengan perdebatan antara pendukung kedua tokoh tersebut yang berakhir dengan keluarnya Adler bersama 9 orang pendukungnya dari organisasi psikoanalisis. Mereka kemudia mendirikan organisasi yang mereka beri nama The Society for Free Psychoanalysis pada tahun 1911 dan tahun berikutnya organisasi ini namanya berubah menjadi The Society for Individual Psychology (Boeree, 2005 : 149)

2.2  DEFINISI KONSELING ADLERIAN
            Teori konseling Adlerian didasarkan pada teori psikologi individual yang dikembangkan oleh Alfred Adler dan pengikut-pengikutnya. Adler pada awalnya adalah murid Freud dan seorang psikoanalisis yang kemudian memisahkan diri karena berbeda pendapat dengan Freud dalam beberapa hal. Salah satu pandangan Freud yang tidak disetujui oleh Adler adalah peran aspek biologis dan fisiologis sebagai determinan penting pada perilaku dan perkembangan manusia. Meskipun Adler memiliki pandangan yang sama dengan Freud berkenaan dengan pengalaman anak-anak sebagai determinan perkeembangan perila kemudian, namun ia lebih memperluasnya dengan cara menambahkan determinan lain seperti pengaruh konteks social, dinamika keluarga dan pengasuhan anak.
Dalam perkembangannya, teori ini disebut konseling Adlerian, yakni teori yang dikembangkan oleh Adler bersama dengan pengikut-pengikutnya. Teori ini menekankan pada keutuhan (unity) dan keunikan individual. Pemahaman terhadap perilaku dan perkembangan manusia harus dimulai dengan memahami tujuan dan dorongan-dorongan perilakunya, konstelasi keluarga, dan gaya kehidupannya. Teori ini menekankan pada minat social dan tujuan hidup manusia, serta pada analisis kesadaran. Berdasarkan karakteristik tersebut teori Adlerian digambarkan sebagai bersifat socio-teleo-analytic. 

2.3  PERSPEKTIF HISTORIS
Konseling Adlerian di kembangkan oleh Alfred Adler dan para pengikutnya berdasarkan teori psikologi individual Adler. Pada awalnya Adler adalah murid Freud yang kemudian memisahkan diri bersama- sama dengan murid Freud yang lain, Carl G Jung, karena tidak sependapat dengan dengan beberapa konsep teortik freud khususnya tentang seksualitas dan determinan biologis atau genetik Jung sendiri juga mengembangkan suatu teori psikologi yang agak berbeda dengan Freud, yang ia beri nama psikologi analitik. Antara teori Freud dan Adler memiliki perbedaan dalam beberapa hal. Teori freud memusatkan perhatian pada psikodinamika individual pada individu-individu neurotik, sedangkan Adler lebih memusatkan perhatian pada bidang sosial dan politikdan masyarakat umum.

Pandangan Adler menekankan pada kebulatan kepribadian ( unity of personality ) yang menegaskan bahwa manusia hanya dapat di pahami sebagai suatu entitas yang lengkap dan utuh. Pandangan ini mendukung sifat keterahan perilaku ( pada tujuan tertentu ), yang menegaskan bahwa apa yang ingin dituju atau di capai oleh manusia adalah lebih penting daripada apa yang di tinggalkan atau darimana mereka berasal. Adler juga memandang manusia sebagai ciptaan dan pencipta kehidupannya sendiri: dalam arti bahwa setiap manusia mengembangkan gaya hidup yang unik untuk mencapai tujuan tertentu. Gaya hidup tersebut juga sebagai ekspresi dari tujuan yang ingin dicapainya. Dengan kata lain, apa yang terjadi pada diri kita merupakan hasil ciptaan ( tindakan ) kita sendiri dan bukan hasil dari bentukan pengalaman masa kanak-kanak.
Adler meninggal pada tahun 1973, tetapi ajaarannya masih terus di lanjutkan dan di sebar luaskan oleh Rudolph Dreikus di kawasan Amerika Serikat, khususnya penerapan di dunia pendidikan. Konseling individual, konseling dan kelompok dan konseling keluarga. Minat terhadap ajaran Adler mulai muncul dan berkembang ketika banyak lembaga masyarakat maupun institusi nasional dan internasional menawarkan pelatihan dalam teknik-teknik Adlerian ( Corey, 1985). Bahkan pada tahun 1977, terdapat suatu organisasi  Adlerian di beberapa Negara seperti Austria, Denmark, Prancis, Jerman, Inggris, Junani, Israel, Italia, Swiss, dan Amerika ( Manester & Corsini, 1982 ).

2.4  KONSEPSI TENTANG MANUSIA
Adler meyakini bahwa individu memulai hidupnya dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan inferior. Inferiorita bagi Adler diartikan sebagai perasaan lemah dan tidak cakap dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Inferiorita merupakan suatu perasaan yang menggerakkan orang untuk berjuang menjadi superiorita.
Pada tahun 1908, Adler (Hall & Lindzey, 1993) telah mencapai kesimpulan bahwa agresi lebih penting dari pada seksualitas. Kemudian impuls agresi itu diganti dengan ‘hasrat akan kekuasaan’. Adler mengidentifikasikan kekuasaan dengan sifat maskulin dan kelemahan dengan sifat feminim. Pada tahap pemikiran inilah dia mengemukakan ide tentang ‘protes maskulin’, yaitu suatu bentuk kompensasai berlebihan yang dilakukan baik oleh pria maupun wanita, juga mereka merasa tidak mampu dan rendah diri. Kemudian, Adler menggantikan ‘hasrat akan kekuasaan’ dengan ‘perjuangan ke arah superioritas yang tetap dipakainya untuk seterusnya. Jadi, ada tiga tahap dalam pemikiran Adler tentang tujuan final manusia, yaitu menjadi agresif, menjadi berkuasa, dan menjadi superior.
Superioritas menurut Adler merupakan suatu gerak yang mengarahkan manusia ke jenjang yang lebih sukses, terutama kesuksesan dalam konteks sosial. Hal ini kemudian diistilahkannya dengan ‘perjuangan menjadi sukses’, suatu perjuangan yang dilandasi oleh motivasi sosial yang kuat yang telah berkembang sebelumnya. Adler menegaskan bahwa perjuangan ini pada dasarnya merupakan bawaan, bahwa ia menjadi bagian internal dari hidup, bahkan merupakan hidup itu sendiri. Lebih lanjut, dia berasumsi bahwa semua perjuangan tersebut-meski memiliki motivasi yang berbeda-, tetapi semuanya diarahkan menuju tujuan final (final goal).

2.5  POKOK-POKOK TEORI
      Sistem teori konseling Adlerian lebih menekankan pada determinan sosial dalam membentuk perilaku, alih-alih faktor –faktor biologis. Pendekatan Adler juga dikatakan bersifat teleologis. Pandangan teleologis ini mengimplikasikan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang termotivasi oleh dorongan-dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang memiliki dimensi sosial. Berikut ini akan di paparkan dua aspek penting dalam teori konseling Adlerian yang meliputi pandangan tentang sifat dasar manusia dan sistem teori secara garis besar.
1.      Pandangan tentang sifat dasar manusia
Seperti halnya Freud, Adler juga mengakui pentingnya masa lima tahun pertama kehidupan dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Namun, meskipun ia mengakui bahwa faktor-faktor biologis dan fisiologis memberikan arahan  pada perkembangan, individu juga memiliki kemampuan bawaan untuk mengarahkan dirinya sendiri. Bagi Adler, faktor bawaan dan pengalaman awal kurang penting dibandingkan dengan “ apa yang dilakukan oleh individu pada dirinya. “ Seligman, 2001: 78). Adler memiliki keyakinan bahwa semua perilaku selalu terarah pada suatu tujuan ( goal Directed ) dan bahwa manusia dapat menyalurkan perilakunya dalam cara-cara yang mendorong perkembangan. Bagi Adler apa yang penting bagi manusia adalah mencapai keberhasilan dan menemukan makna kehidupan. Upaya ke arah itu menjadi faktor penentu perkembangan.
Adler juga memandang manusia sebagai memiliki dorongan untuk  menjadi orang yang berhasil. Adler juga memiliki keyakinan bahwa perilaku manusia harus dipelajari dari sudut pandang yang holistik. Pada usia antara 4-5 tahun, anak-anak sudah memiliki kesimpulan umum tentang hidup dan cara yang “ terbaik” untuk menghadapi masalah hidup. Mereka mendasarkan kesimpulan itu pada persepsi yang biasa tentang peristiwa-peristiwa dan interaksi yang terjadi atau berlangsung disekelilingnya dan kemudian membentuk suatu landasan bagi gaya hidupnya( Lifestyl ). Gaya hidup ini bersifat unik pada setiap individu dan mempresentasikan pola-pola perilaku yang akan menjadi dominan di sepanjang kehidupannya. Gaya hidup ini jarang sekali dapat berubah tanpa adanya intervensi dari orang lain. Konstelasi keluarga dan urutan kelahiran memberikan pengaruh yang kuat pada pembentukan gaya hidup ini.
Adler juga memandang manusia memiliki minat sosial yang bmenjadi barometer bagi mental yang sehat ( Adler,1938,1964 : dalam Thompson, Rudolph,&Henderson,2004). Minat sosial di konseptualisasikan sebagai suatu bentuk perasaan terhadap dan kooperasi dengan orang lain, suatu perasaan untuk memiliki dan terlibat dengan orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan umum kemasyarakatan.
2.      Sistem teori

a.       Teori Adler diklasifikasikan ke dalam perspektif fenomenologis
Meskipun Adler adalah seorang psikodinamik,namun teori psikoindividualnya dapat dimasukkan ke dalam perspektif fenomenologis. Karakteristik fenomenologis ini tampak dari pandangan Adler yang menekankan pentingnya persepsi subyektif individu terhadap realita. Bagi Adler kerangka acuan internal atau persepsi subyektif individu lebih penting daripada realitas obyektif. Dalam hal ini Adler melihat setiap orang adalah individu yang unik dan hanya dengan memahami persepsi subyektif individu tentang lingkungan, logika pribadi, gaya hidup, dan tujuan hidupnya maka kita dapat sepenuhnya memahami siapa jati diri individu tersebut. Inilah esensi psikologi individual Adler. Kita juga dapat memahami teori konseling Adlerian dari konsep-konsep Adler tentang rasa percaya diri,konstelasi keluarga, gaya hidup, dan minat sosial. Berikut adalah uraian tentang konsep-konsep tersebut.
b.      Teori Adlerian bersifat Holistik

Pendekatan Adlerian didasarkan pada  suatu pandangan holistik tentang manusia. Kata individual dalam konstruk “ psikologi individual” bukan mengimplikasikan bahwa pendekatan ini memusatkan perhatian pada individu. Tetapi memandang individu sebagai satu kesatuan (unity) yang dalam hal ini diidentikkan dengan kebulatan ( wholeness). Menurut Adler, manusia tidak bisa di pisahkan atau di bagi-bagi ke dalam bagian-bagian yang diskrit, dan oleh karenanya kepribadian merupakan suatu kesatuan ( unified) dan dapat dipahami hanya jika di pandang sebagai satu kebulatan. Satu implikasi dari pandangan ini adalah bahwa konseli di pandang sebagai suatu bagian integral dari sebuah sistem sosial. Konselor Adlerian harus memusatkan perhatian pada fraktor-faktor interpersonal ( bukan intrapersonal) dan situasi sosial konseli.

c.       Perasaan rendah diri ( inferioritas ) sebagai determinan perilaku / perkembangan
Perasaan rendah diri ( inferiority) merupakan satu dimensi dari tahun-tahun awal kehidupan yang diyakini oleh Adler menjadi faktor yang memainkan peran penting dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Perasaan ini hampir di alami oleh semua anak. Pada awalnya setiap anak mempersepsi dirinya sebagai entitas yang begitu kecil dan tak berdaya, khususnya jika dibandingkan dengan orang tua dan saudara-saudara mereka.
Di samping perasaan rendah diri, cara-cara yang digunakan oleh anak-anaak untuk  menangani perasaan rendah dirinya juga menjadi faktor penting yang akan mempengaruhi perilaku dan perkembangan dirinya sebagai contoh, anak yang menangani perasaan rendah dirinya dengan cara melibatkan dirinya dengan orang lain, membentuk kemampuan, dan membuat pilihan yang kreatif cenderung lebih dapat mencapai perkembangan yang sehat. Sebaliknya, anak yang manja dan tidak mau berjuang untuk memperoleh kemampuan diri cenderung sulit untuk mencapai perkembangan yang positif. Mereka ini menjadi tak berdaya , tergantung, dan mudah menyerah. Jadi dalam konstrruk Adlerian, perasaan rendah diri bukan merupakan suatu keadaan yang negatif tetapi justru menjadi motivasi untuk menguasai lingkungan. Kita berusaha menangani perasaan rendah dengan menemukan cara-cara yang dapat kita gunakan untuk mengendalikan kekuatan-kekuatan dalam hidup kita, bukan sebaliknya. Dalam pandangan Adler stiap manusia memiliki tujuan untuk beralih dari perasaan inferior menjadi superior.
d.      Ajaran tentang gaya hidup
Gaya hidup ( life style) merupakan suatu cara unik yang digunakan oleh setiap individu untuk menangani perasaan rendah diri dan mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Gaya hidup individu sebagian dipengaruhi oleh komposisi dan pola interaksi dalam keluarga. Grey ( 1998) memandang gaya hidup sebagai suatu yang sangat mendasar dari semua konsep Adler, dan menggambarkannya sebagai totalitas dari semua sikap dan aspirasi individu, suatu perjuangan yang mengarahakan individu untuk mencapai tujuan. Meskipun tujuan tersebut hampir selalu melibatkan superioritas, kompetensi dan penguasaan, setiap orang memiliki imej ( yang seringkali tidak disadari) tentang apa yang menjadi tujuannya. Adler menggunakan istilah fictional finalism untuk menggambarkan tujuan sentral yang diimajinasikan untuk mengarahkan perilaku. Adler yakin bahwa tujuan ini telah terbentuk dengan kokoh pada usia antara enam hingga delapan tahun dan akan tetap konstan di sepanjang kehidupan individu.

e.       Minat sosial
Dari perspektif Adler, perkembangan dapat dijelaskan melalui dinamika psikososial. Tujuan dan gaya hidup individu akan memberikan pengaruh pada cara penyesuaian dirinya. Individu yang dapat menyesuaikan diri pada umumnya memiliki logika pribadi yang merefleksikan minat social, sedangkan individu yang kurang berhasil dalam menyesuiakan diri cenderung lebih mementingkan tujuan mereka sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan konteks sosialdan kebutuhan orang lain. Individu dipandang memiliki fithrah sebagai makhluk social, yakni entitas yang peduli dengan konteks social. Jika individu menyadari bahwa dirinya menjadi bagian dari komunitas manusia, maka perasaan inferior, alinasi , dan cemas akan menurun pada gilirannya mereka akan mengembangkan perasaan memiliki dan mencapai kebahagiaan hidup.

2.6    IMPLEMENTASI DAN APLIKASI

A.     Implementasi teori adlerian yang meliputi:
1.      Tujuan Konseling
·         Membina hubungan konselor klien
·         Membantu klien  memahami keyakinan – keyakinan perasaan, motivasi dan tujuan yang menentukan gaya hidupnya
·         Membantu klien mengembangkan  wawasan pemahaman (insight) mengenai gaya hidup dan menyadarkan mereka
·         Reducation
·         Mengembangkan sosial interest individu dengan interest sosial

2.      Proses Konseling
Konselor adrelian memiliki peran yang sangat kompleks dan perlu memiliki banyak ketrampilan, berperan sebagai pendidik, memperkembangkan minat social, dan mengajar klien dengan memodifikasi gaya hidup, perilaku dan tujuannya serta sebagai seorang analis yang harus memeriksa kesalahan asumsi dan logika konseli.

3.      Teknik Konseling
Ketrampilan interpersonal yang meliputi kesanggupan untuk memeberikan perawatan yang tulus, keterlibatan, empati dan teknik-teknik komunikasi verbal maupun non verbal untuk mengembangkan hubungan konseling.
Dorongan. Untuk mendorong konseli konselor perlu memusatkan perhatian pada :
·         Apa yang dilakukan konseli bukan mengavaluasi perilakunya
·         Perilaku sekarang bukan perilaku lampau
·         Perilaku dan bukan pribadi konseli
·         Upaya dan bukan hasil
·         Motivasi instrintik dan bukan ekstrintik
·         Yang dipelajari dan bukan yang tidak dipelajari
·         Apa yang postif dan bukan apa yang negative
Dorongan yang ditambah interpretasi dan konfrontasi atau tantangan guna membantu konseli memperoleh kesadaran tentang gaya hidupnya, mengakui alasan-alasan tersembunyi yang ada dibalik perilakunya, mengapresiasi konsekuensi negative dari perilaku tersebut, dan bekerja untuk mencapai perubahan positif.
Konselor terus memainkan peran aktif untuk mendorong konseli menggunakan pemahamannya guna merumuskan tindakan-tindakan nyata yang mengarah pada perubahan perilaku atau pemecahan masalah. Adler juga merekomondasikan konselor untuk bertindak inovatif dan kreatif dalam memilih menggunakan teknik.

B.     APLIKASI
Aplikasinya disesuaikan dengan tujuan utama dari teori ini.
Psikoterapi
Menurut Adler (dalam Alwisol, 2004), psikopatologi merupakan akibat dari kurangnya keberanian, perasaan inferior yang berlebihan, dan minat sosial yang kurang berkembang. Jadi, tujuan utama psikoterapi adalah meningkatkan keberanian, mengurangi perasaan inferior, dan mendorong berkembangnya minat sosial.
Adler yakin bahwa siapa pun dapat mengerjakan apa saja. Keturunan memang sering membatasi kemampuan seseorang, dalam hal ini sesungguhnya yang penting bukan kemampuan, tetapi bagaimana orang memakai kemampuan itu. Melalui humor dan kehangatan, Adler berusaha meningkatkan keberanian, harga diri, dan social interest klien. Menurutnya, sikap hangat dan melayani dari terapis mendorong klien untuk mengembangkan minat sosial di tiga masalah kehidupan; cinta atau sekual, persahabatan, dan pekerjaan. Pendekatannya tersebut telah dielaborasi dengan nama Adlerian Breif Therapy (Corey, 2005).

Menggali masa lalu ( Early Recollection )
Menurut Adler, ingatan  masa lalu seseorang selalu konsisten dengan gaya hidup orang itu sekarang, dan pandangan subyektif orang itu terhadap pengalaman masa lalunya menjadi petunjuk untuk memahami tujuan final dan gaya hidupnya.

Mimpi
Gaya hidup juga terekspresikan dalam mimpi. Adler menolak pandangan freud bahwa mimpi adalah ekspresi keinginan masa kecil. Menurut Adler, mimpi bukan pemuas keinginan yang tidak di terima ego tetapi bagian dari usaha si pemimpi untuk memecahkan masalah yang tidak disenanginya atau masalah yang tidak dapat dikuasainya ketika sadar
Jadi, bagi Adler mimpi adalah usaha dari ketidaksadaran untuk menciptakan suasana hati atau keadaan emosional sesudah bangun nanti, yang bisa memaksa si pemimpi melakukan kegiatan yang semula tidak dikerjakan.

2.7    KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

A.     Kelebihan
1.      Keyakinan yang optimistis bahwa setiap orang dapat berubah untuk mencapai sesuatu ke arah evolus manusia bersifat positif
2.      Penekanan hubungan konseling sebagai suatu media untuk mengubah klien
3.      Menekan bahwa masyarakat tidak sakit atau salah akan tetapi manusianya yang sakit atau salah.
4.      Menekan bahwa kekuatan sebagai pusat pendorong prilaku
5.      Gagasan ini banyakmempengaruhi pendekatan – pendekatan lain
6.      Berorientasi humanistic
7.      Tingkah lakunya berarah tujuan
8.      Lebih menekankan pada asepek – aspek psikologis sosial
9.      Dasarnya dirancang dalam latar belakang kelompok
10.  Konsep – konsep dasar dan prosedur serta terapnya mudah diikuti
11.  Modelnya dibangun dengan lebih memperdulikan kesesuaiannya untuk menangani orang – orang normal yang bermasalah dari pada terhadap orang – orang yang menderita psikosa.

B.     Kelemahan
1.       Terlalu banyak menekankanpada tilikan intelektual dalam upaya perubahan
2.       Penekanan yang berlebihan pada pengalaman nilai, minat subjektif sebagai penentu prilaku
3.       Meminimalkan factor biologis dan riwayat masa lalu
4.       Terlalu banyak  menekan kan tanggung jawab pada ketrampilan diagnostik konselor
5.       Dari segi presesi kemungkinan untuk di tes dan validitas empiriknya pada pendekatan ini lemah (kurang teliti)
6.       Ada kecenderungan untuk menyederhanakan secara berlebihan terhadap beberapa masalah manusia yang kompleks

2.8    ILUSTRASI KASUS

Kasus ini di contohkan oleh Adler ketika beliau menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan yakni menggali masa lalu ( Early recollections) :
Bagaiman ketika seorang laki-laki yang sangat sukses mencurigai wanita, orang ini melaporkan ingatan masa kecilnya “ saya pergi ke pasar bersama Ibu dan Adik laki-laik saya, tiba-tiba turun hujan dan Ibu menggendong saya, kemudian dia ingat saya yang lebih besar, dia menurunkan saya dan menggendong adik saya “ Adler mengamati ingatan ini berhubungan langsung dengan kecurigaan laki-laki itu kepada wanita. Mula-mula dia menerima posisi disenangi Ibunya, namun dia kehilangan posisi itu di rebut adiknya. Walaupun banyak orang mungkin mengatakan mencintainya mereka cepat menarik cinta itu. Dari kasus di atas, Adler tidak menganggap pengalaman anak-anak menjadi sebab laki-laki itu sekarang menjadi mudah curiga kepada perempuan, tetapi justu sebaliknya gaya hidup mencurigai perempuan sekarang itulah yang membentuk dan mewarnai ingatan masa lalu.
Klien sangat cemas, sering memproyeksikan gaya hidupnya sekarang dalam ingatan masa kanak-kanaknya dengan mengingat peristiwa-peristiwa yang menakutkan, seperti mengalami kecelakaan sepeda motor, kehilangan orang tua ( sementara/permanen), atau disakiti temannya.sebaliknya individu yang minat sosialnya sehat, cenderung mengingat hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya. Pada dua kasus itu, pengalaman masa lalu tidak menentukan gaya hidup sekarang, tetapi gaya hidup sekaranglah yang membentuk ingatan masa lalu. Jadi, kalau gaya hidup sekarang dapat diubah, model peristiwa masa lalu yang di ingatpun akan berubah pula.




BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam perkembangannya, teori ini disebut konseling Adlerian, yakni teori yang dikembangkan oleh Adler bersama dengan pengikut-pengikutnya. Teori ini menekankan pada keutuhan (unity) dan keunikan individual. Pemahaman terhadap perilaku dan perkembangan manusia harus dimulai dengan memahami tujuan dan dorongan-dorongan perilakunya, konstelasi keluarga, dan gaya kehidupannya. Teori ini menekankan pada minat social dan tujuan hidup manusia, serta pada analisis kesadaran. Berdasarkan karakteristik tersebut teori Adlerian digambarkan sebagai bersifat socio-teleo-analytic.














jam kita . . .

 
welcome to our blog,,ENJOY,,
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

About

Blog ini dibuat dengan kerjasama antara tiga orang mahasiswa Universitas Negeri Surabaya yang bernama Agus Udin Budi Sasongko , Noffita Cahayani, dan Septiani Wulandari.Perpaduan wawasan dan kreativitas kami bertiga dituangkan dalam blog ini. Mungkin Hasilnya sederhana namun kami berharap blog ini bisa bermanfaat dan menghasilkan nilai baik. SEMANGAT DAN SUKSES!!!

my calender. . .

Cuteki cute

Followers

pengunjung


Agus Udin Budi Sasongko

KAMPUSKU TERCINTA UNESA TETAP JAYA